Rabu, 14 November 2007

KONSEP DIRI SEBAGAI BAHAN BAKU PESONA MAHASISWA PENDIDIKAN

Peran manusia sebagai manusia pribadi dan sosial sudah menjadi trend dalam memahami posisi manusia di dunia. Kedua posisi ini juga merupakan pondasi manusia untuk menjadi tauladan bagi manusia lainnya dalam mejalankan kehidupan. Selain itu manusia sudah direkrut oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai pemimpin-pemimpin hidup yang akan menebarkan kemanfaatan antar manusia. Inilah semua konsep-konsep kehidupan yang sudah menjadi skenario untuk dilalui oleh setiap manusia, apakah dia sebagai orang tua, anak, mahasiswa, pekerja, lurah, bupati, gubernur, presiden sampai manusia yang hina sekalipun.
Bahkan Allah, Tuhan Yang Maha Esa sudah menetapkan bahwa demi waktu manusia dalam kerugian, kecuali yang beriman, beramal saleh dan berwasiat dalam kebenaran dan kesabaran. Inilah fakta yang ilmiah yang mendasari mengapa manusia harus menjadi hamba yang memahami dirinya sehingga dapat berperan di atas bumi ini. Konsep diri, hal inilah yang dewasa ini menjadi pertanyaan atas segala krisis yang dihadapi oleh sebagian besar manusia di seluruh belahan dunia.
Krisis multidimensi dan kehilangan jati diri sebgai manusia sesungguhnya sudah menjadi kesimpulan banyak tokoh-tokoh besar dunia, pengamat politik, tokoh agama sampai rakyat kecil yang hanya bisa menikmati hidup dipinggir-pinggir rel kereta api, dibawah jembatan, dan dibalik jeruji. Banyak ahli pengembangan sumber daya manusia yang memulai mengarahkan seluruh potensinya untuk menemukan dan mengembangkan konsep diri, karakter building atau jati diri.
Mari kita lihat apakah benar konsep diri menjadi permasalahan utama dalam kehidupan bangsa ini. KampusSebagai gambaran realitas terdekat dalan kehidupan kita.Konsep diri ini menjadi bahan baku untuk mengembangkan diri mahasiswa dan pengembangan kampus secara keseluruhan. Melihat kondisi di Fakultas Ilmu Pendidikan ini dapat dijadikan sebagai ukuran kemampuan memahami konsep diri dikalangan mahasiswa, karyawan dan dosen.
Bila mencermati lebih seksama, ternyata kampus sebesar Universitas Negeri Yogyakarta yanh notabene merupakan representasi sebuah kampus pendidikan belum mampu untuk menciptakan formulasi global dan formal kepad masyarakat intelektual maupun umum tentang apakah ada sosok model mahasiswa pendidikan yang benar-benar mampu menjadi figur dan tauladan bagi dunia pendidikan? Inilah pertanyaan besar yang mesti dijawab oleh seluruh civitas akademika sebuah kampus pendidikan, dimanakah Model Mahasiswa Pendidikan Abad 21??
Kemudian merujuk pada referensi yang dikembangkan oleh Anis Matta didalam bukunya ”Model Manusia Muslim Abad 21”, saya mencoba berdiskusi dan meramu tentang bagaimana sebenarnya model atau sosok mahasiswa pendidikan yang benar-benar mampu menjadi problem solver dalam kondisi kehidupan terutama dunia pendidikan.

Kualifikasi Mahasiswa Pendidikan Abad Ke-21
1. Afiliasi
Afiliasi adalah memahami dengan baik alasan kita memilih pendidikan/FIP sebagai tempat belajar dan salah satu jalan hidup. Tahapan ini merupakan tahap diri untuk menjadi manusia pembelajar secara pribadi.
2. Partisipasi
Setelah melalui tahap menjadi manusia pembelajar secara pribadi, kita mulai terlibat kehidupan social masyarakat kampus sebagai salah satu peserta social yang sadar dan proaktif. Disini kita medistribusikan kemampuan dan kepahaman pribadi kepada orang lain agar terjadi kepahaman secara social. Untuk mendukung proses partisipasi ada beberapa hal yang perlu dimiliki:
a. Sense in-group
Hal ini bertujuan untuk membentuk persatuan dan saling menghargai dan memiliki rasa keprihatinan yang tinggi terhadap permasalahan masyarakat.
b. Memiliki sejumlah pengetahuan social humaniora yang dibutuhkan
dalam kehidupan bermasyarakat.
Tujuannya adalah agar keterlibatan kita dilakukan secara sadar, terarah, dan dewasa. Salah satu ilmu tersebut adalah pengetahuan cara berkomunikasi.
c. Mengetahui dan menguasai peta dan medan lingkungan (kampus) social budaya tempat kita hidup.

3. Kontribusi
Kontribusi adalah posisi kita untuk memilih satu bidang spesialisasi ilmu atau profesi yang diyakini dapat menjadi ahli dan unggul. Kita tidak mampu untuk menjadi segalanya dan tidak akan pernah sanggup untuk melakukan banyak hal. Keterbatasan kemampuan mengharuskan mahasiswa mengetahui dimana letak titik kekuatan. Profesi itu dapat berupa bidang pemikiran/ilmiah, kepemimpinan, professional/profesi, dan financial.

Mudah-mudahan tulisan yang singkat dan sederhana ini dapat membuka runag diskusi antar mahasisa dan pemuda penduli pendidikan di manapun kita berada, tetap istiqomah dan menjaga kesucian pemikiran kaum muda pendidikan INDONESIA!!!

Tidak ada komentar: